filosofi ketupat

KETUPAT tidak lepas dari perayaan Idul Fitri. Dalam perayaan Idul Fitri, tidak pernah pisah dari perayaan Ketupat Lebaran. Istilah tersebut telah menjamur di semua kalangan umat Islam terutama di pulau Jawa.
Ketupat atau kupat sangat identik dengan Hari Raya Idul Fitri. Betapa tidak,  hampir setiap ada ucapan selamat Idul Fitri tertera gambar ketupat. Apakah ketupat ini hanya sekedar pelengkap hari raya saja ataukah ada sesuatu makna di dalamnya. Berikut beberapa catatan terkait ketupat yang diperoleh FaktualNews.co dari beberapa sumber.
Sejarah Ketupat
Adalah Kanjeng Sunan Kalijaga yang pertama kali memperkenalkan pada masyarakat Jawa. Sunan Kalijaga membudayakan dua kali Bakda. Yakni, Bakda Lebaran dan Bakda Kupat. Bakda Kupat dimulai seminggu sesudah Lebaran. Pada hari yang disebut Bakda Kupat tersebut, di tanah Jawa waktu itu hampir setiap rumah terlihat ada orang yang  menganyam ketupat dari janur ( daun kelapa muda).
Setelah selesai dianyam, ketupat diisi dengan beras kemudian dimasak. Selanjutnya, ketupat yang sudah matang  tersebut diantarkan ke kerabat yang lebih tua, sebagai lambang kebersamaan.
Arti Kata Ketupat
Dalam filosofi Jawa, ketupat Lebaran bukanlah sekedar hidangan khas Hari Raya Lebaran. Ketupat memiliki makna khusus. Ketupat atau kupat dalam bahasa Jawa merupakan kependekan dari Ngaku Lepat dan Laku Papat.
Ngaku lepat artinya mengakui kesalahan.
Laku papat artinya empat tindakan.
Ngaku LepatTradisi sungkeman menjadi implementasi ngaku lepat (mengakui kesalahan) bagi orang Jawa. Prosesi sungkeman yakni bersimpuh di hadapan orang tua seraya memohon ampun, dan ini masih membudaya hingga kini. Sungkeman mengajarkan pentingnya menghormati orang tua, bersikap rendah hati, memohon keikhlasan dan ampunan dari orang lain, khusunya orang tua.
Laku Papat
Laku papat
 artinya empat tindakan dalam perayaan Lebaran.
Empat tindakan tersebut adalah Lebaran, LuberanLeburan dan Laburan.
Arti LebaranLuberan, Leburan dan Laburan
Lebaran bermakna usai, menandakan berakhirnya waktu puasa. Berasal dari kata lebar yang artinya pintu ampunan telah terbuka lebar.
Luberan bermakna meluber atau melimpah. Sebagai simbol ajaran bersedekah untuk kaum miskin. Pengeluaran zakat fitrah menjelang lebaran pun selain menjadi ritual yang wajib dilakukan umat Islam, juga menjadi wujud kepedulian kepada sesama manusia.
Leburan maknanya adalah habis dan melebur. Maksudnya pada momen Lebaran, dosa dan kesalahan kita akan melebur habis karena setiap umat Islam dituntut untuk saling memaafkan satu sama lain.
Laburan berasal dari kata labur atau kapur. Kapur adalah zat yang biasa digunakan untuk penjernih air maupun pemutih dinding. Maksudnya supaya manusia selalu menjaga kesucian lahir dan batin satu sama lain.
Demikian itulah arti kata ketupat . Selanjutnya  sebagaimana dilansir  Islamidia.com, terkait filosofi dari ketupat itu sendiri adalah sebagai berikut.
Filosofi Ketupat
1. Mencerminkan beragam kesalahan manusia.
Hal ini bisa terlihat dari rumitnya bungkusan ketupat.
  1. Kesucian hati. Setelah ketupat dibuka, maka akan terlihat nasi putih dan hal ini mencerminkan kebersihan dan kesucian hati setelah memohon ampunan dari segala kesalahan.
  2. Mencerminkan kesempurnaan. Bentuk ketupat begitu sempurna dan hal ini dihubungkan dengan kemenangan umat Islam setelah sebulan lamanya berpuasa dan akhirnya menginjak Idul Fitri.
  3. Karena ketupat biasanya dihidangkan dengan lauk yang bersantan. Maka dalam pantun Jawa pun ada yang bilang “KUPAT SANTEN“, Kulo Lepat Nyuwun Ngapunten (Saya Salah Mohon Maaf).
Itulah makna, arti serta filosofi dari ketupat. Betapa besar peran para Wali dalam memperkenalkan agama Islam dengan menumbuhkembangkan tradisi budaya sekitar. Seperti tradisi Lebaran dan hidangan ketupat yang telah menjadi tradisi dan budaya hingga saat ini.
Secara umum ketupat berasal dan ada dalam banyak budaya di kawasan Asia Tenggara. Ketupat atau kupat adalah hidangan khas Asia Tenggara maritim berbahan dasar beras yang dibungkus dengan pembungkus terbuat dari anyaman janur (daun kelapa  yang masih muda). Ketupat paling banyak ditemui pada saat perayaan Lebaran, ketika umat Islam merayakan berakhirnya bulan puasa.
Makanan khas yang menggunakan ketupat, antara lain kupat tahu (Sunda), ketupat kandangan (Banjar), Grabag (Kabupaten Magelang), kupat glabet (Kota Tegal), coto makassar (dari Makassar, ketupat dinamakan Katupa), lotek, serta gado-gado yang dapat dihidangkan dengan ketupat atau lontong. Ketupat juga dapat dihidangkan untuk menyertai santai, meskipun lontong lebih umum.
Selain di Indonesia, ketupat juga dijumpai di Malaysia, Brunei, dan Singapura. Di Filipina juga dijumpai bugnoy yang mirip ketupat, namun dengan pola anyaman berbeda.
Ada dua bentuk utama ketupat yaitu kepal bersudut 7 (lebih umum) dan jajaran genjang bersudut 6. Masing-masing bentuk memiliki alur anyaman yang berbeda. Untuk membuat ketupat perlu dipilih janur yang berkualitas yaitu yang panjang, tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua.
Di antara beberapa kalangan di Pulau Jawa, ketupat sering digantung di atas pintu masuk rumah sebagai semacam jimat. Ada masyarakat yang memegang tradisi untuk tidak membuat ketupat di hari biasa. Sehingga ketupat hanya disajikan sewaktu lebaran dan hingga lima hari (Jawa, sepasar) sesudahnya. Bahkan ada beberapa daerah di Pulau Jawa yang hanya menyajikan ketupat di hari ketujuh sesudah lebaran saja atau biasa disebut dengan Hari Raya Ketupat.
Di pulau Bali, ketupat (di sana disebut kipat) sering dipersembahkan sebagai sesajian upacara. Selain untuk sesaji, di Bali ketupat dijual keliling untuk makanan tambahan yang setaraf dengan bakso. Terutama penjual makanan ini banyak dijumpai di Pantai Kuta dengan didorong keliling.
Tradisi ketupat (kupat) Lebaran,  menurut cerita adalah simbolisasi ungkapan dari bahasa Jawa ku = ngaku (mengakui) dan pat = lepat (kesalahan) yang digunakan oleh Sunan Kalijaga dalam mensyiarkan ajaran Islam di Pulau Jawa yang pada waktu itu masih banyak yang meyakini kesakralan kupa